English
English
Tiếng Việt
ภาษาไทย
繁體中文
한국어
Bahasa Indonesia
Español
Português
zu-ZA
0

Market Analysis

Beli Emas Saat Harga Tinggi Vs Obligasi Pemerintah, Lebih Cuan Beli yang Mana?
KOMPAS · 273.6K Views

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga emas saat ini naik tinggi, di kisaran hampir Rp 2 juta per gram. Warga pun masih antusias mengoleksi logam mulia ini sebagai pelindung asetnya di tengah ketidakpastian global 2025.

Namun, ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee lebih merekomendasikan masyarakat atau investor untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah.

Alasannya, ia menilai membeli instrumen emas di saat harga sedang tinggi saat ini kurang tepat, karena kenaikannya yang cenderung terbatas.

“Emas masih menarik, tapi membeli sekarang kurang tepat karena kenaikan terbatas. Lebih baik membeli obligasi pemerintah ketika yield naik,” ujar Hans, dikutip dari Antara, Kamis (17/4/2025).

Ia menjelaskan, kenaikan harga emas dunia saat ini mengindikasikan bahwa perekonomian global sedang tidak dalam keadaan yang baik, seiring adanya perang tarif utamanya antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang membuat dunia berisiko menghadapi resesi.

“Sehingga emas dibeli dan pelemahan dolar AS membuat emas naik. Pelemahan dollar AS indikasi dunia tidak percaya dengan ekonomi AS akibat perang dagang,” ujar Hans.

Bagaimana dengan obligasi?

Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kinerja Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi negara menunjukkan hasil yang sangat baik di tengah dinamika pasar saham.

Untuk lelang pada periode 18 Maret 2025, pemerintah menetapkan target indikatif senilai Rp 26 triliun, dengan nilai penawaran yang masuk setara dengan 2,38 kali dari target indikatif, yang mana sebanyak Rp 13,95 triliun atau 22,59 persen berasal dari investor asing.

“Penawaran yang masuk atau incoming bid sangat kuat, yang menggambarkan kepercayaan investor kepada pemerintah dan APBN, yaitu Rp 61,75 triliun,” kata Sri Mulyani, pada lelang 18 Maret 2025 lalu.

Diversifikasi portofolio

Hans menambahkan, terkait diversifikasi portofolio investasi, ia mengingatkan tetap harus ada dana tunai (cash).

Persentase pembagiannya, sebesar 50 persen untuk dana tunai, kemudian surat utang (obligasi) sebesar 30- 40 persen, dan saham sebesar 10- 20 persen.

“Harus ada cash 50 persen, lalu obligasi 30 sampai 40 persen, dan saham 10 sampai 20 persen,” pungkas Hans.

 
Need Help?
Click Here